PEMIKIRAN M. MATSIR

PEMIKIRAN MUHAMMAD NATSIR

Natsir menggagas konsep dakwah Islam bukan sekedar menyampaikan ajaran Islam, tetapi diciptakan dengan bi lisani al amal. Maksudnya, bi lisani al hal, bi lisani al amal, dan bi lisani al akhlaq karimah. Dengan demikian, dakwah Islam dalam pandangan M. Natsir adalah amar ma’ruf nahi munkar, di dalamnya terdapat tiga unsur utama yaitu aml perbuatan lisan, aktualisasi ajaran Islam dengan karya nyata, dan kepribadian terpuji sebagai sokogurunya. Pemahaman konsep dakwah seperti ini mempunyai implikasi terhadap perubahan masyarakat, baik dari sosio kulturalnya maupun geopolitiknya. Adapun masyarakat pada level sosiokultural yang sederhan, hanya menghendaki perubahan seadanya dengan motivasi mereka dengan konsep islam bagi perubahan. Hal ini barbeda dengan rgan masyarakat pada level geopolitik dengan tingkat ketajaman berpikir dan kemapanan daya kritis yang kuat. Dalam hal ini, masyarakat menghendaki perubahan yang lebih mendasar dimana perubahan itu sendiri mempunyai implikasi nyata dalam kehidupan. Ajaran Islam tidak hanya dipahami sebagai bimbingan ritua, tetapi juga dipahami sebagai dukumgan sosial untuk kemajuan hidupnya.dalam konteks ini, tugas dakwah Islam itu lebih diarahkansebagai kewajiban pribadi, bukan diarahkan sebagai kewajiban kolektif. Artinya, semua orang harus  berdakwah untuk dirinya, keluarganya dan masyarat di mana saja dan kapan saja, supaya dapat memacu adanya perubahan.

              M. Natsir memang serius dengan sebuah obsesi yang tampak ideal, yaitu bagaimana memperjuangkan Islam secara politis pada elite birokrat, baik dalam pemerintahan Orde Lama maupun orde Baru. Target yang diinginkan adalah bagaimana mengislamkan umat  Islam di Indonesia. Karena, sebagai mayoritas tunggal, ini merupakan satu dilema besar sebagai pencerminan kehidupan Islam. M. Natsir berpikiran untuk menyampaikan dakwah Islam melalui jalur politk secara formal. Akan tetapi, kemauannya tersebut tidak mendapat izin dari pihak penguasa.

              Konsekuensi dari pernyataan tersebut maka isi dakwah Islam yang lebih digemari M. Natsir tampak bergeser. Pada tahun 1930-an dakwah Islam M. Natsir lebih terfokus pada materi Islam sebagai petunjuk ritual, seperti mengajarkan tauhid, shalat, dan lain sebagainya dengan satu muara yaitu  ingin menjadikan masyarakat Islam supaya mengamalkan ajaran Islam.hal itu berubah ketika M. Natsir terjun pada sejumlah jabatan politis. Orientasinya pada materi dakwah tampak berubah yaitu ingin menjadikan kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam di Indonesia. Oleh karena itu, M. Natsir tampaknya lebih intens berbicara, menulis, bahkan menggalang potensi- potensi umat yang dipandangnya memiliki nuansa politik dan komitmen yang kuat terhadap kepentingan Islam.

              Dalam pemerintahan Orde Baru, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) dan M. Natsir sebagai pemimpinnya hingga wafatnya, selalu berjuang dan berdakwah. Misi dakwah yang dikembangkan oleh DDII tampak sangat vokal dan agak kriris terhadap siapa saja yang ingin memadamkan ajaran Islam, tidak peduli siapapun itu.

              Ada hal yang perlu disempurnakan dalam gerakan dakwah yang dilakukan  M. Natsir. Dakwah Islam yang dilakukan beliau hanya terfokus pada pendekatan formal, terutama dalam menghadapi elite birokrasi. Tidak tampak pendekatan dakwah yang bersifat lebih kekeluargaan atau dari hati ke hati seperti bapak dengan anaknya.pendekatan yang serba formal inilah yang menimbulkan jarak yang cukup jauh dengan penguasa sehingga menimbulkan sikap kurang akrab dan bersahabat yang membawa konsekuensi kecurigaan pihak elite birokrasi terhadap misi dakwah yang diemban oleh M. Natsir. Tampaknya, M. Natsir dalam gerakan dakwahnya, terkesan sebagai seorang mubalig yang menyampaikan kebenaran dengan berorientasi pada apa yang disebut qul al haq walau kaana murran ‘katakanlah yang benar walaupun pahit’. Dalam berdakwah, dia lebih suka merespon atas masalah- masalah yang diceritakan padanya di dalam forum.

              M. Natsir tampaknya masih menghendaki kekuatan polotik  sebagai alat dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Kehendaknya ini dapat dibaca  pada ucapan beliau “kalau dulu kita berdakwah melalui politik, maka sekarang kita berpolitik melalui dakwah.” Lebih dari itu, format dakwah yang dikehendaki oleh M. Natsir adalah melalui kekuasaan secara politis. Adapun setrategi dakwah yang paling baik menurutnya adalah mengajak para penguasa negara untuk mau menerima kebenaran agama dan mengamalkannya dalam kehidupan mereka sehari- hari. Apabila ini bisa terlaksana maka secara otomatis akan menjadi contoh bagi masyarakatnya. Dengan demikian, keberhasilan dakwah lebih dirasakan masyarakat banyak daripada berdakwah sekadarnya.[1]


[1] Luth, Thahir. M. Natsir Dakwah dan Pemikirannya.jakarta: Gema Insani Press. 1999.

Tinggalkan komentar